Habakuk 2:1 “Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku”.
Peran menara sangat penting pada masa lampau, khususnya pada masa Habakuk melayani Israel Selatan (Yehuda), sekitar tahun 606 Sebelum Masehi di wilayah Kerajaan Yehuda pada era Raja Yoyakim. Pelayanan Habakuk bergantung 100 persen kepada pesan Allah yang ia terima saat berada di “menara” tersebut. Kerajaan Yehuda berada pada bayang-bayang rencana penyerbuan oleh bangsa Babel.
Secara harafiah, menara digunakan untuk lokasi untuk menjaga, mengamankan ladang pertanian atau perkebunan dari serangan hama atau bahkan mengantisipasi serangan musuh. Secara konteks rohaniah, “menara” tersebut bermakna suatu tindakan pro-aktif untuk fokus berkomunikasi dengan Tuhan Allah. Caranya ialah melalui doa, pujian dan penyembahan.
Sekaligus lokasi mengadu yang strategis kepada Tuhan Allah, tepat seperti dilakukan Habakuk (Pasal 1:1-4, Pasal 1:12-17), Habakuk tidak tinggal diam pada level “dibawah menara” alias tanah alias ground. Hal ini bermakna ia tidak menyerah kepada kesulitan hidup, keluhan, berbagai masalah yang terjadi di muka bumi dan lain-lain.Semua problem pelayanan, kehidupan sehari-hari ia bawa kepada Tuhan dalam doa.
Meskipun demikian, kesabaran mutlak diperlukan saat kita menantikan jawaban doa atau arahan dari-Nya. Habakuk harus sabar menanti jawaban Tuhan di “menara” tersebut. Menanti ini juga bermakna berdiam diri, mempersilahkan Tuhan Allah memberikan tuntunan kepada kita. Mazmur 37:7 “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia.…………”.
Makna menara [bhs. Inggris : fortress] berarti benteng. Fungsi benteng adalah sebagai sarana pertahanan. Secara rohaniah, benteng kehidupan orang percaya ialah tuntunan Tuhan yaitu Firman-Nya. Artinya, jika kita tidak membentengi diri dengan doa, pujian dan penyembahan serta pembacaan Firman Tuhan secara regular, maka kondisi rohani akan turun dan semakin lemah. Markus 14:38 “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
Akibatnya, godaan, dosa akan dengan mudah merongrong kualitas (nilai) rohani kita. Posisi Habakuk di “menara” tersebut dalam kondisi siaga, tidak lengah (berdiri tegak). Artinya, ia terus fokus kepada Tuhan, bukan kepada hal-hal yang lain.Selama Tuhan Allah belum menjawab doanya, ia tetap setia berharap kepada-Nya.
Rasul Paulus di Kitab Perjanjian Baru menuliskan pada nats Efesus 6:18 “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”. Paulus tidak ingin “kecolongan” jemaatnya menjadi lemah dan berbuat dosa.“Menara” membuat kehidupan rohani kita menjadi kuat dan bertumbuh. Selain itu, kerohanian memiliki resistensi terhadap berbagai macam godaan yang mengarah kepada dosa.
Sumber : www.beritabethel.com