Pertobatan Seorang Pelakor, Istri Kedua Yang Rasakan Sakitnya Diselingkuhi

 

Tumbuh sebagai pribadi tanpa kasih sayang Ayah membuat batinku mengalami kekosongan. Setelah beranjak dewasa, aku menemukan sosok yang buatku nyaman layaknya figur seorang Ayah dalam sosok kekasihku.

Cinta buatku rela jadi istri kedua

Aku menyayangi kekasihku. Rasa sayang ini membuatku rela menjadi istri dari seorang pria yang sudah menikah. Saat itu, aku tidak mengetahui bahwa menikahi suami orang dapat melukai hati istrinya yang terdahulu. Aku hanya berpikir kalau aku pun berhak untuk bahagia, aku ingin bahagia. Tidaklah menjadi masalah kalau aku harus menjadi istri kedua, selama pria ini tetap berada di sampingku.

Setelah menikah, kehidupanku semakin membaik. Aku bisa tinggal di rumah yang nyaman, semua kebutuhan hidupku bisa terpenuhi dengan baik. Kehidupanku serba berkecukupan dan aku merasa bahagia atas pernikahan ini. Belum lagi, setahun setelah pernikahan, aku dikaruniai seorang anak perempuan yang sangat cantik.

Setelah lahirnya anakku yang pertama, suami mengajakku untuk pindah ke Jakarta, kota yang menjadi impian bagi orang daerah sepertiku. Kehidupan pernikahan kami sangatlah indah. Aku merasa bahagia memiliki suami dan anak yang menyayangiku.

Kehidupan istri kedua buatku hidup dalam kecemburuan

Namun, ada masa dimana aku harus ‘was-was’ saat suamiku berkata kalau ia tidak akan pulang ke rumah. Aku sadar, posisiku sebagai istri kedua tidak akan pernah menguntungkanku. Ada istri lain yang perlu dipenuhi kebutuhannya, sehingga aku harus rela kalau suamiku tak pulang ke rumah. Cemburu? Sebagai wanita, tentu saja aku merasakannya. Perasaan kesal, marah dan jengkel harus kuurungkan saat aku kembali mengingat siapa aku yang sebenarnya.

Satu kejadian yang tidak akan pernah bisa aku lupakan adalah saat istri pertama suamiku datang ke rumah kami. Kami berdebat, perselisihan yang berakhir pada adu fisik. Untunglah suamiku berhasil melerai kami.

Keesokan harinya, suamiku mempertemukan kedua istrinya ini di suatu tempat. Ia memohon pada kami berdua agar tidak ada lagi perdebatan, sebab baik aku maupun istri pertamanya sudah punya ‘jatah’nya masing-masing.

Tentu saja aku merasa tidak adil. Selain harta, aku juga ingin suamiku berada bersama-sama dengan aku. Agar hal ini tidak lagi terjadi, aku memutuskan untuk pindah rumah dengan harapan istri pertama suamiku tidak akan pernah lagi mendatangi aku dan suamiku karena tidak tahu keberadaan kami.

Aku datangi orang sakti agar suamiku tetap disampingku

Keinginan tersebut membuatku berani untuk mendatangi orang sakti. Aku meminta agar suamiku makin sering pulang ke rumah. Benar saja, pertolongan orang sakti tersebut manjur. Setiap aku minta sesuatu padanya, maka tidak lama kemudian aku akan mendapatkannya. Aku merasa sangat bahagia karenanya.

Meskipun kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Aku bisa melihat ada sesuatu yang berubah dari sosok suamiku. Ia kini jarang pulang, emosinya sering meledak. Sampai akhirnya aku memergoki ia jalan bersama wanita lain.

Aku geram, cemburu, kecewa, sedih. Aku tidak tahu kalau inilah perasaan saat mengetahui pasangan kita jalan dengan wanita lain. Ada perasaan ingin balas dendam atas perilaku suamiku ini. Aku memutuskan kalau dunia malam, adalah pelarianku.

Kebiasaanku pergi ke klub malam dan pulang pagi akhirnya diketahui oleh suamiku. Ia melampiaskan amarahnya kepadaku, menuduh kalau aku menghabiskan waktu bersama dengan pria lain. Setelah itu, aku meratapi hidupku. Betapa menyedihkannya aku harus tinggal sebagai istri kedua.

Aku ingin memulai hidup yang baru, tetapi aku tidak tahu bagaimana. Terlebih, aku masih sangat bergantung pada suamiku, mulai dari makan, pakaian, sampai tempat tinggal. Pisah dari suamiku adalah hal yang mustahil saat itu.

Malam dimana aku merenungi kesalahanku

Malam Natal 2001, aku memutuskan untuk ikut pada sebuah kebaktian keluarga. Di sana, aku merenung, bahwa sebagai orang yang sudah menerima Kristus, aku tidak pernah berjalan seturut dengan kehendakNya. Aku mohon ampun kepadaNya.

Setelah aku didoakan, aku merasakan damai sejahtera. Aku ingin menghentikan kebiasaanku dengan dunia malam. Aku menyadari kalau hidup dalam Tuhan berarti aku tidak lagi boleh hidup sebagai istri kedua. Hal yang sangat mustahil bagiku.

Aku gelisah dan jera atas kehidupanku ini. Akhirnya aku mengambil langkah untuk memutuskan hubunganku dengan suami. Aku percaya, kalau Kristus punya jawaban yang terbaik. Tuhan akan selalu menyediakan. Beberapa hari kemudian, aku juga memberanikan diri untuk meminta maaf pada istri pertama dari suamiku. Hal yang sangat sulit buatku, terlebih karena aku harus rela merendahkan diriku didepannya.

Dalam doa dan keinginan untuk terus hidup dalam Kristus, aku melepaskan semua yang telah salah dalam kehidupanku. Berangsur-angsur, rasa merdeka yang Tuhan berikan kepadaku membuat kehidupan keluarga kami semakin membaik. Bersama anakku, kini aku hidup dengan penuh sukacita dan damai sejahtera. Semua ini hanya karena Kristus yang mau mengulurkan tanganNya untukku.

Narasumber: Hernina

Sumber : solusi


Tinggalkan komentar

*
*