Kondisi suami yang kena stroke membuat Christina terpaksa harus bekerja sendiri untuk menghidupi keluarganya. Dia bukan saja hanya memikirkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi juga harus membiayai pengobatan suaminya.
Dalam kurun satu tahun, kondisi keuangan mereka pun mulai menipis. Beban pikiran Christina makin bertambah karena saat itu putrinya juga akan masuk kuliah.
“Satu tahun itu saya memang dengan sumber income hanya satu dari saya, memang karena suami akhirnya tidak bekerja membuat saya sudah mulai hidup prihatin…Kuliah ini saya butuh uang cadangan. Karena tabungan saya gak bisa lagi untuk menyisihkan,” ungkap Christina.
Pada tahun 2019, Christina dan suaminya pun memutuskan untuk mengambil kredit agunan SHM (Surat Hak Milik). Namun dirasa tidak cukup menutupi kebutuhan keluarga Christina pun memutuskan untuk meminjam uang di tempatnya bekerja dengan sistem potong gaji.
“Dari sisa gaji yang saya milik, saya harus bayar cicilan untuk agunan saya. Untuk bayar pinjaman cicilan itu melebihi dari sepertiga income, saya sudah ngos-ngosan,” kata wanita berprofesi sebagai guru ini.
Karena pendapatannya tidak diterima secara penuh, Christina pun harus memutar otak untuk menutupi pembayaran pinjaman onlinenya supaya tidak kena denda.
“Mau tidak mau supaya tidak kena denda saya coba berpikir ambil KTA yang lain atau biar cepat saya ambil pinjol (pinjaman online)”
Lewat penawaran yang masuk ke kotak pesan ponselnya, Christina pun iseng membuka dan mencobanya untuk pertama. Dengan prosedur yang sangat mudah, dia pun memutuskan untuk meminjam uang dari 9 pinjaman online senilai Rp 9 juta.
“Begitu pinjol-pinjol itu sudah setujui, cair semua di rekening saya, 9 pinjol itu OK. Saya pikir OK gak apa-apa. Yang penting sekarang uang ada di tangan untuk bayar cicilan. Nanti urusan bayar, saya mikir lagi berikutnya,” jelasnya.
Uang Sertifikasi yang Tak Kunjung Cair
Sebagai guru, Christina berpikir bisa mendapat dana sertifikasi dari pemerintah kepada para guru. Dia pun menaruh harapan besar supaya dana tersebut segera cair dan dia bisa menutupi utang utang di 9 pinjolnya. Tapi sayang, dana sertifikasi yang dinanti-nanti itu tak kunjung cair.
Karena pembayaran utang sudah jatuh tempo, dia pun memutuskan untuk meminjam kembali uang dari pinjol yang lain. “Bisa dibayangkan 9 pinjol harus dibayar, berarti saya harus minjam dari 9 pinjol yang lain. Ini sama seperti gali lobang tutup lobang.”
Depresi Berat Karena Debt Collector
Lingkaran utang yang menjerat Christina membuatnya mulai frustrasi. Tiga bulan bermain di pinjaman online membuatnya sama sekali tak lagi punya uang sisa. Semua ludes untuk membayar utang-utangnya.
“Pinjol ini benar-benar ganas. Dia bukan saja memotong uang administrasi, tetapi untuk mengembalikan walaupun tepat waktu saya harus membayar lebih banyak. Jadi kalau bilangnya cair Rp 1 juta, saya terima Rp 800 ribu. Nanti mengembalikan Rp 1.3 juta. Berarti sebenarnya uang saya berapa yang dipotong. Itu kurang lebih bunganya 40%-an,” ungkapnya.
Lebih besar pasak daripada tiang membuat Christina tak lagi sanggup membayar utang-utang pinjolnya hingga akhirnya harus jatuh tempo. Keterlambatan pembayaran pun membuatnya harus berhadapan dengan para penagih utang atau debt collector.
“DC (Debt Collector) pinjol terutama sudah mulai meneror. Nelpon awalnya manis-manis menawarkan tapi ketika tahu saya negosiasi minta waktu untuk bayar, mereka gak mau tahu. Mereka langsung marah. Saya betul-betul panik. Saya stress sekali. Itu bukan cuma satu, ada banyak. Saya benar-benar mengalami psikosomatis yang saat itu bisa dikatakan depresi berat,” katanya.
Niat Bunuh Diri
Ancaman demi ancaman dari debt collector terus menyerangnya. Bukan hanya memaksa untuk segera membayar utang. Tapi mereka juga menyebarkan informasi yang tidak pantas kepada orang-orang yang dikenalnya, termasuk putrinya sendiri.
Dalam keadaan depresi berat, Christina pun berniat untuk bunuh diri. “Ada saya ketemu satu stasiun yang menurut saya ideal banget untuk saya bunuh diri. Dan kalau saya mati, utang saya pasti gak akan ditagih. Siap yang mau nagih karena saya yang mengajukan aplikasi,” jelasnya.
Namun di suatu malam, saat dirinya tak lagi mampu berbuat apa-apa. Christina hanya bisa tersungkur, menangis dan berdoa kepada Tuhan.
“Saya cuma mohon belas kasihan Tuhan. Sampai, Tuhan gak audible bicara. Hanya saja pikiran saya langsung dibuka di Mazmur 121, ‘Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.’ Itu Mazmur Daud mengingatkan saya. Saya introspeksi diri. Saya belum menempatkan Tuhan betul-betul jadi penolong saya. Di situ saya malu, saya nangis lagi sama Tuhan,” ungkap Christina.
Sejak peristiwa itu, Christina pun meminta dukungan dan bantuan dari komunitas gerejanya terutama dari pendetanya. Atas bimbingan rohani itulah dia pun secara perlahan-lahan mampu mengatasi masalah utang pinjolnya sampai tuntas.
Dia pun diperkenalkan dengan konsultan keuangan. Lewat konsultasi itulah dia belajar banyak tentang pengelolaan keuangan RUMAH KRISTUS.
Kesalahan yang pernah dilakukan Christina justru dipakai Tuhan untuk memberkati banyak orang yang mengalami jerat utang pinjaman online (pinjol) sepertinya.
Sumber : www.jawaban.com