Kisah Nyata Benny Manuhutu, Dari Petinju Profesional Jadi Jagoan Jalanan

Benny Manuhutu, seorang jagoan, di setiap aliran darahnya mengalir darah petarung.

“Dulu waktu di Ambon, kami suka berkelahi. Jadi antar kampung, kami berkelahi. Pada suatu hari ketika saya sedang bertarung dengan pemuda desa lain, aparat kepolisian datang. Ditangkap saya saat itu. Seorang petugas disana akhirnya mengajak saya untuk menekuni dunia tinju saja. Saya pun menerima itu dan naik ke dunia tinju,” ujar Benny membuka kesaksiannya.

“Waktu itu pelatih yang mengajar saya tinju adalah (Alm) Eddie Van Rohm. Teknik-teknik bertinju kami pelajari dari beliau seperti jab, straight, hook, upper cut, dan teknik-teknik itulah saya pergunakan saat diatas ring”

Tak lama, Benny akhirnya menjadi juara tinju baru di Indonesia. “Saya juara ketiga se-Indonesia, waktu di Makasar juara kedua. Kalau di Ambon tidak ada lawan di kelas saya.”

“Saya memang mau menang terus karena sifat pada dasarnya tinju adalah untuk menguasai. Sifatnya untuk membunuh juga ada.”

Keganasannya di ring tinju membuat Benny berhasil dikirim Ke Jakarta untuk mengikuti pekan olahraga nasional ke-6. Namun, PON 1965 tersebut dibatalkan dikarenakan peristiwa G/30-S dan Benny harus menanggung akibat dari peristiwa itu. “PON gak jadi, saya gak pulang. Jadi saya, Freddy Lasut, sama Philip Tuguteru, kita petinju bertiga terjun ke Tanjung Priuk. Mulai dari situ, kami jadi rese”

Sang petinju harus rela jadi tukang parkir di pelabuhan dan hidup dalam kerasnya kehidupan jalanan. “Salah satu pool, namanya NS. Disitu tempat kumpul kami. Saya dan teman-teman tidak pernah bayar pesanan kami karena ada orang lain yang akan bayar. Mengapa bisa seperti itu? Karena kami jagoan disana”

Keberaniannya itu bukanlah datang begitu saja. Sebelum terjun ke dunia perkelahian, ia menanamkan ilmu hitam di tubuhnya. “Untuk jaga-jaga badan, saya selalu pake ikat pinggang yang telah diisi oleh paranormal. Saya percaya banget dengan itu. Tidak ada yang saya percayai selain benda tersebut. Hasilnya memang sementara terbukti sehingga saya pun semakin merajalela “bekerja” di jalanan.”

Menikah dan Kehidupan Keluarga Saat itu

Dari Priuk, Benny pindah ke Cawang. Pada 1990, ia pun menikah.

Awalnya kehidupan rumah tangga dengan sang istri, A Jacoba penuh dengan kasih. Namun, berjalan waktu, perangainya sebagai petinju mulai nampak. Tak terhitung sudah berapa banyak istrinya, A Jacoba menerima kata-kata kotor dan pukulan darinya. Bahkan ketika melakukan kekerasan kepada pasangan hidupnya itu tidak ada rasa penyesalan di dirinya, yang muncul hanyalah rasa kepuasan.

Di lain pihak, A. Jacoba yang menjadi obyek kekerasan sang suami tetaplah menjadi wanita yang setia. Tak pernah sekalipun kata-kata perceraian keluar dari mulutnya. Baginya, sekali menikah maka itu adalah pernikahan sekali dan selamanya.

Perlakuan kasar yang ia terima dari sang suami ia balas dengan berdoa kepada Tuhan dan membaca Alkitab. Jauh di relung hatinya yang paling dalam, ia rindu Benny bertobat dan berbalik dari jalan-jalannya yang jahat.

Sementara itu, di saat keadaan rumah tangga yang penuh kekacauan sebuah kejadian malang menimpa putri tercinta keempat dari Benny dan A Jacoba. “Jadi, dia punya kuping itu keluar darah. Dokter berkata itu adalah radang otak dan harus segera dioperasi,” ungkap Benny.

Dalam kondisi yang panik, Benny teringat dengan adiknya yang bekerja di sebuah perusahaan minyak. Ia pun akhirnya menyuruh A. Jacoba untuk pergi kesana dan meminjamkan uang kepadanya.

Perintah itu pun dilaksanakan oleh sang istri. Bersama dengan putrinya yang sakit, A Jacoba mendatangi rumah adik Benny. Setiba disana, bukannya uang yang didapat, melainkan kata-kata nasihat dari sang adik yang meminta agar abangnya sendiri yang datang kesitu karena kepala rumah tangganya adalah abangnya, bukan istrinya.

Hal itu pun disampaikan A. Jacoba kepada Benny. Dengan segera, Benny bersama istri pun pergi ke rumah adiknya. Ketika ketiganya bertemu, mereka pun berbicara dari hati ke hati. Di tengah perbincangan, sebuah kalimat yang tak pernah terduga keluar dari mulut sang adik. “Dia bilang, kamu dan istri pulang, bertobat, berdoa kepada Tuhan, itu saja yang bisa menolong kamu”

Bertobat dan Hidup Baru

Pertemuan singkat itu ternyata benar-benar membuat dirinya tersentak. Perlahan, ia menunjukkan perubahan. Ia pun mulai mengikuti apa kata-kata dari sang adik.

Ia dan istri berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan putri keempatnya itu.  Mukjizat terjadi. Darah yang keluar dari kuping anaknya berhenti keluar.

Benny begitu takjub dengan apa yang dialaminya di dalam Tuhan. Walau begitu, perilaku kasarnya tetap belum 100% berubah. Suatu ketika, saat sedang bermain catur dengan seorang teman, ia menjadi naik pitam kepada rekannya tersebut. Pasalnya, temannya tersebut dianggap telah melakukan kecurangan.

Tidak terima dengan hal tersebut, Benny memukul temannya tersebut. Bersamaan dengan peristiwa itu, keadaan putrinya yang keempat yang mulanya telah membaik menjadi parah kembali.

Benny yang mengetahui hal ini pun langsung menuju ke rumah. Ia pun segera pergi ke kamar dimana putrinya yang sakit itu berada. Dilihat disana ada istri, adiknya, dan seorang pendeta. Mereka pun secara bersama-sama berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan putrinya tersebut. Akan tetapi, kali ini yang terjadi, putrinya justru menghembuskan nafas terakhir.

“Saya hancur, saya mundur, benar-benar mundur. Pendeta saja sudah bilang putri saya sudah meninggal. Di saat suasana sedih seperti itu, adik saya berkata putri saya belum meninggal. Ia berkata bahwa putri saya hanya tidur sementara. Ia pun berdoa kepada Tuhan. Saya dan orang-orang yang ada disitu pun turut melakukannya.”

Tiga jam berlalu, putri keempat dari Benny dan A. Jacoba menunjukkan tanda-tanda kehidupan: tangannya bergerak, nafasnya ada kembali, dan terakhir matanya terbuka. Mereka sangat bersukacita melihat hal itu.

Putri Benny dan A. Jacoba itu pun akhirnya bercerita kepada orang-orang yang berkumpul di kamarnya tesebut tentang perjalanan singkat dirinya ke surga. Ia berkata bagaimana surga itu begitu indah. Namun menurutnya, ada satu yang kurang di surga yakni ia tidak dapat bertemu ayah dan ibunya.

Mendengar itu, Benny seperti dicemeti oleh Tuhan. Ia tahu ini adalah tanda untuk ia bertobat sungguh-sungguh.

Selang beberapa hari, lewat ajakan sang adik, Benny dan istri datang ke pertemuan ibadah. Disitu, ia akhirnya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi.

Masih ada satu ganjalan dalam pertobatan Benny. Jimat ikat pinggang yang telah menjadi jimatnya selama bertahun-tahun belum dilepaskan. Meski berat, ia memutuskan untuk menghadiri ibadah pelayanan pelepasan di Cempaka Putih. Di sana lah, ia mengakhiri hubungan dengan iblis dan menghancurkan segala jimat yang ia miliki.

Kini, Benny dan keluarga menjalani lembaran kehidupan yang baru, kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan. “Kalau saya tidak terima Tuhan Yesus, kehidupan saya tidak akan seperti ini, dilindungi, dijaga, diberkati. Oleh sebabnya, saya bersyukur kepada Tuhan Yesus atas semua hal yang saya terima sekarang ini. Saya berterima kasih kepada-Nya karena telah memberi kesempatan hidup yang baru untuk saya”.

 

Sumber Kesaksian: Jawaban.com


Tinggalkan komentar

*
*