Ada sebuah cerita dari negeri Cina klasik tentang seorang kakek tua yang tinggal di desa terpencil yang akan menjual keledainya ke kota. Lalu dia mengajak cucunya yang masih kecil untuk menemaninya. Selama perjalannya menuju kota, berjalanlah mereka masing-masing, sang kakek dan sang cucu bersebelahan dan keledainya di tuntun. Mereka pun melalui beberapa desa yang penduduknya juga mengenal sang kakek tersebut. Di tengah perjalanannya, salah satu kenalan si kakek bertanya, “Kakek mau kemana pagi-pagi?”. “Mau ke kota,” jawab sang kakek. Maka berbisik-bisiklah mereka satu dengan yang lain dan kakek yang telinganya masih tajam mendengar bisikan mereka yang berkata,” Coba lihat kakek yang bodoh itu, masa dia punya keledai tapi nggak dinaiki sih, padahal kan jarak dari sini ke kota masih jauh. Dasar orang desa yang tak sekolah!.” Mendengar hal itu, sang kakek yang nggak mau dibilang bodoh merubah cara jalan mereka ke kota. Sang cucu dinaikkan ke keledai dan sang kakek berjalan kaki menuntun keledai.
Nggak jauh berjalan, terdengar orang lain berbisik-bisik setelah menyapa dan bertanya tujuan mereka pergi,” Lihat anak kecil yang kurang ajar itu, enak-enakan naik keledai sedangkan kakeknya yang sudah tua banget disuruhnya jalan kaki ke kota yang jauh. Untung ya, kita nggak punya cucu begitu!.” Mendengar bisikan itu, sang kakek nggak terima cucunya dikatain demikian, sehingga dia merubah kembali cara jalan mereka ke kota. Sang kakek naik keledai dan cucunya berjalan kaki menuntun keledai ke kota.
Nggak lama kemudian, terdengar lagi bisikan orang lain.” Lihat kakek tua yang nggak tahu diri itu, enak-enakan naik keledai dan membiarkan anak kecil yang masih dalam pertumbuhan jalan jauh sekali, untung kita nggak punya kakek seperti itu.”
Dalam hidup ini, sering sekali kita menjalani hidup persis seperti si kakek.
Kita berusaha menyenangkan semua orang, merasa terganggu dengan omongan orang, sampai-sampai kita sendiri kehilangan bahkan tidak memiliki prinsip sendiri.
Seperti beberapa tahun lalu, saya ingat persis bagaimana orang membicarakan wajahku yang terlihat seperti anak kecil, dibanding usiaku. Hal itu akhirnya membuatku terganggu dan belajar memakai make up.
Setelah itu terjadi, orang-orang mulai membicarakanku lagi dan mengatakan bahwa aku terlihat lebih tua dari usiaku, bahkan make up yang aku gunakan terlalu menor.
Begitulah hidup didalam dunia ini, kita sering sekali diperhadapkan dengan situasi yang nggak terduga dan kadang akhirnya membuat kita merasa terintimidasi dan berusaha menyenangkan mereka.
Kita harus memahami dan mengerti satu hal bahwa kita diciptakan bukan untuk mengerjakan apa yang disukai oleh manusia, tetapi apa yang berkenan bagi Allah.
Amsal 20:24 berkata ” Langkah orang ditentukan oleh Tuhan…”
Jadi sudah jelas, bahwa langkah kita bukan ditentukan oleh omongan orang lain, tetapi apa yang dikehendaki oleh Tuhan.
Kata-kata selanjutnya mengatakan “…tetapi bagaimanakah manusia dapat mengerti jalan hidupnya?”
Firman ini mengajak kita untuk lebih dekat dan akrab dengan Tuhan. Kita harus lebih intim dan semakin peka dengan Roh KudusNya, karena Dialah yang akan menuntun kita dan memberitahukan kita apa yang baik dan tidak untuk kita lakukan. Apa yang pantas dan bagaimana meresponi segala sesuatunya.
“Jangan izinkan standard dan prinsipmu ditentukan oleh apa kata manusia, tetapi milikilah sendiri standard dan prinsip yang berasal dari Allah dan disukai olehNya.”
Pembunuh berdarah dingin adalah sebutan saya. Sebagai pribadi yang tidak ingin diatur oleh orang lain. Cita-cita saya adalah menjadi pribadi yang berhasil, sehingga saya bisa membuktikan kepada keluarga saya kalau saya bisa menjadi pribadi yang sukses. Sikap saya yang keras tidak terlepas dari sikap orang tua saya yang juga keras.
Alasan saya memilih menjadi pembunuh bayaran adalah karena keadaan. Saya selalu berpikir kalau pencuri atau perampok akan berujung pada penangkapan lalu mati. Sementara kalau kita jadi pembunuh, orang-orang akan menjadi segan dengan kita. Ilmu bela diri dan keberanian merupakan bekal saya mendalami profesi ini. Siapa yang berani melawan dan meremehkan saya, imbalannya adalah mati.
Siapa pun tidak ada yang boleh meremehkan saya. Termasuk teman saya. Ada satu teman yang cukup dekat dengan saya, ia adalah orang yang biasa mengantarkan uang hasil bayaran. Sayangnya, teman saya ini sering mengambil apa yang seharusnya menjadi ‘jatah’ saya. Saya bisa melihat bagaimana ia meremehkan saya. Teman saya menganggap enteng saya. Malamnya, saya mendatangi teman saya tersebut dan saya membunuhnya.
Saya buron selama 2 bulan. Di sebuah bar, ada dua orang polisi yang menangkap saya. Vonis yang dijatuhkan kepada saya adalah 6 tahun. Tetapi tiga bulan kemudian, saya dijatuhin hukuman sebanyak 9 tahun penjara.
Kejadian ini benar-benar mengubah saya. Tidak pernah sekalipun saya memiliki keinginan untuk mendekam di penjara selama itu. Dalam kesendirian saya, dalam perenungan dan pergumulan yang luar biasa tersebut, saya ingat terhadap seorang hamba Tuhan yang berkata, kalau kamu percaya kepada Yesus, pasti Yesus tolong.
Sejak saat itu, saya mendapatkan sebuah pengharapan. Saya percaya kalau Tuhan Yesus akan menolong saya. Tuhan benar-benar menolong saya. Tidak lama setelahnya, saya menerima sebuah surat yang tertulis saya hanya menerima hukuman selama 1,6 tahun penjara. Dengan spontan, saya teriak, ‘Haleluya!’
Satu hal yang dapat mengubah pola pikir saya adalah pertemuan dengan Yesus. Pertolongan Tuhan telah mengubahkan saya menjadi pribadi yang lebih baik. Saya bukan lagi Eddy yang keras, pemarah dan berdarah dingin seperti dulu.
Kini, saya menyerahkan kehidupan saya kepada Tuhan, orang-orang yang bertemu dengan saya sekarang mengatakan bahwa saya adalah orang yang lembut dan suka bercanda. Saya membina banyak orang. Saya adalah pelayan Tuhan.
Tuhan telah memberi kesempatan, maka jawabannya ada dalam Kisah Para Rasul 26:22, “Tetapi oleh pertolongan Allah aku dapat hidup sampai sekarang dan memberi kesaksian kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar. Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa,”
Kini, kegiatan sehari-hari saya berfokus dengan hal-hal rohani. Di rumah, saya menampung banyak orang gila dan korban narkoba. Saya bersama istri dan anak, kami mengasihi setiap mereka yang merasa terbuang. Oleh kuasa dan kasih Tuhan, saya terbebas dari masa lalu yang kelam.
Sumber : www.jawaban.com